Ketika aku masih SMA, dalam sesi pelajaran bahasa Indonesia. Sang guru menanyakan suatu istilah yang tidak diketahui murid-murid. Beliau menyarankan kami untuk membuka KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia. Saat itu belum jadi Kamus Besar Bahasa Indonesia). Rupanya, KUBI pun belum cukup populer di kalangan pelajar SMA -setidaknya teman-teman sekelasku- saat itu. Ketika seorang temanku ditanya singkatan dari apakah KUBI itu? Dia menjawab... "Kuingin Bicara". Wadduh!!
Saat itu aku sudah cukup familiar dengan kamus. Kamus pertama yang kuketahui adalah kamus ayahku, kamus saku Inggris-Indonesia bersampul hijau tua yang cukup tebal dengan tulisan kecil-kecil. Di beberapa tempat, kamus ini diberinya indeks huruf, tak kalah kecil. Indeks itu dibuatnya secara manual, dengan menggunting huruf dari koran, lalu ditempelkan di halaman kamus dengan menggunakan selotip. Praktis, kreatif.
Kamus bahasa Indonesia (yang saat itu masih KUBI), sudah cukup kukenal karena kamus itu tersedia di rumah, milik kakakku, hadiah dari kejuaraan baca puisi atau apaa... begitu. Cukup sering juga aku melihat-lihat tampilan isi dan makna beberapa kata, dan seringkali belajar kata-kata yang baru kudengar atau kubaca secara sambil lalu saat mencari kata tertentu. Mengasyikkan juga.
Kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris susunan Hassan Shadily dan John M. Echols juga cukup kuakrabi karena kegemaranku membaca buku-buku cerita berbahasa Inggris, koleksi perpustakaan British Council yang dulu pernah eksis di Bandung.
Lulus kuliah, aku sempat belajar bahasa Jepang dan jadi cukup akrab dengan kamus Jepang-Indonesia dan Indonesia-Jepang. Kalau tinggal di Jepang, harus bisa juga berbicara dalam bahasa Jepang-lah, kalau tidak mau jadi "bisu-tuli-buta" aksara di sana. Kamus berbentuk buku kurasa tidak cukup praktis, maka akupun beralih ke kamus elektronik yang terasa saaaangat membantu dalam proses belajarku selama di Jepang.
Saat itu aku sudah cukup familiar dengan kamus. Kamus pertama yang kuketahui adalah kamus ayahku, kamus saku Inggris-Indonesia bersampul hijau tua yang cukup tebal dengan tulisan kecil-kecil. Di beberapa tempat, kamus ini diberinya indeks huruf, tak kalah kecil. Indeks itu dibuatnya secara manual, dengan menggunting huruf dari koran, lalu ditempelkan di halaman kamus dengan menggunakan selotip. Praktis, kreatif.
Kamus bahasa Indonesia (yang saat itu masih KUBI), sudah cukup kukenal karena kamus itu tersedia di rumah, milik kakakku, hadiah dari kejuaraan baca puisi atau apaa... begitu. Cukup sering juga aku melihat-lihat tampilan isi dan makna beberapa kata, dan seringkali belajar kata-kata yang baru kudengar atau kubaca secara sambil lalu saat mencari kata tertentu. Mengasyikkan juga.
Kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris susunan Hassan Shadily dan John M. Echols juga cukup kuakrabi karena kegemaranku membaca buku-buku cerita berbahasa Inggris, koleksi perpustakaan British Council yang dulu pernah eksis di Bandung.
Lulus kuliah, aku sempat belajar bahasa Jepang dan jadi cukup akrab dengan kamus Jepang-Indonesia dan Indonesia-Jepang. Kalau tinggal di Jepang, harus bisa juga berbicara dalam bahasa Jepang-lah, kalau tidak mau jadi "bisu-tuli-buta" aksara di sana. Kamus berbentuk buku kurasa tidak cukup praktis, maka akupun beralih ke kamus elektronik yang terasa saaaangat membantu dalam proses belajarku selama di Jepang.
Kubeli kamus elektronik yang masih kugunakan hingga saat ini dengan cara indent (apa sih, indent? pesan dan tunggu?). Edisi spesial nih, karena aku ingin yang berwarna hijau, warna kesukaanku. Jarang tersedia, maka dari itu ketika kudapatkan, aku sayang sekali kamusku.
Saat ini ada lagi kamus 'model baru', bukan sekedar elektronik, tapi kamus online. Praktis sih... tidak perlu bawa-buku tebal ataupun gadget kecil sekalipun. Kalau kebetulan komputer sedang terhubung ke jaringan internet, kapan saja kita mau, silakan klik situs yang menyediakan layanan itu. Macam-macam, tinggal pilih sesuai kebutuhan. Ah... hidup semakin mudah rasanya. Semoga kita pun makin pandai bersyukur atas segala kemudahan ini. Amiin.
Saat ini ada lagi kamus 'model baru', bukan sekedar elektronik, tapi kamus online. Praktis sih... tidak perlu bawa-buku tebal ataupun gadget kecil sekalipun. Kalau kebetulan komputer sedang terhubung ke jaringan internet, kapan saja kita mau, silakan klik situs yang menyediakan layanan itu. Macam-macam, tinggal pilih sesuai kebutuhan. Ah... hidup semakin mudah rasanya. Semoga kita pun makin pandai bersyukur atas segala kemudahan ini. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar