Artikel ini kukutip dari tabloid Nova no. 1114/XXII, terbitan 29 Juni-5 Juli 2009. Untuk menambah referensi saja.
"Senangnya punya anak yang sudah berbahasa Inggris secara aktif di usia dini. Sayangnya, kemampuan bahasa ibunya justru menurun. Salahkah bila sikecil belajar bahasa asing sejak dini?Ita menyekolahkan anaknya di sekolah bilingual. Ia mengaku mendapat banyak keuntungan dengan menyekolahkan sang anak di sekolah berbahasa pengantar bahasa Inggris.
Meski relatif mahal, Ita menganggapnya sebanding demi masa depan sang anak. Memilih sekolah bilingual, menurutnya, justru akan memangkas biaya tambahan yang mesti dikeluarkan untuk menjalani level persiapan saat sang anak akan melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Sebagaimana banyak orangtua murid lainnya, Ita menganggap keahlian berbahasa Inggris tentu amat bermanfaat sebagai modal masa depan anaknya kelak.
Namun sayang, tak sedikit orangtua khawatir dengan kemampuan bahasa anak yang bersekolah di sekolah bilingual. Sebagai contoh, buah hati Ita yang kini menginjak level 2 sekolah bilingual mulai terlihat sulit berbahasa Indonesia dengan fasih.
”Anak saya suka mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Jadi, justru kemampuan bahasa ibunya menurun, dan bahasa Inggris anak juga tidak semakin baik,” ungkapnya.
Menjawab kekhawatiran ini, pasangan David E. Freeman, Ph.D dan Yvonne S. Freeman, Ph.D, keduanya profesor di bidang pengajaran dwi bahasa, mengupas banyak elemen dari pendidikan dwi bahasa, lalu meluruskan metode dwi bahasa.
Pasangan Freeman punya kepedulian besar terhadap pendidikan dwi bahasa sehingga mereka melakukan penelitian, menerbitkan sejumlah buku panduan belajar dwi bahasa, dan menyebarkan metode pengajaran dwi bahasa di beberapa negara, di samping menjadi praktisi pengajaran dwi bahasa di Amerika dan Meksiko.
Kuasai Bahasa Ibu
Meningkatkan kemampuan berbahasa asing bukan berarti ditempuh dengan meningkatkan intensitas penggunaan bahasa asing kepada anak. Menurut David, bila ingin anak menguasai bahasa asing, perbaiki dulu kemampuan bahasa ibunya. Semakin baik kemampuan bahasa sang anak, semakin cepat ia mentransfer dan belajar bahasa keduanya. Teori ini sudah David buktikan kepada para muridnya di Mexico City.
Pada anak-anak yang dididik dalam bahasa nasional dengan baik oleh keluarga dan sekolah, mudah mengembangkan penguasaan bahasa asing lain.
Inilah mengapa pada modul pengajaran bahasa Inggris yang dikembangkan David untuk sekolah dasar tak serta merta mengajarkan bahasa Inggris sejak pertemuan pertama. Namun, dimulai terlebih dulu dengan pelajaran bahasa nasionalnya.
Hindari Mengoreksi
Ketika anak mulai belajar bahasa Inggris di sekolah, ia akan mencoba mempraktikkan kemampuan bahasanya sesekali. Dan saat itu, ia mungkin tak bisa mempraktikkan dengan baik bahasa asingnya tadi.
Misalnya, ”Mommy, I want my bantal!”, ”Mommy I haus, I want my drink” dan sebagainya. Jangan koreksi kesalahannya! Biarkan ia menggunakan bahasanya semampunya, meski ia mencampur-campurnya dengan bahasa lain.
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan mengenali, mengekpresikan, dan menyebutkan kata sesuai maksud yang dimiliki. Semakin banyak kosakata yang dikuasai dan semakin mampu menggunakan istilah dengan tepat, semakin baik kemampuan bahasanya.
Jika anak sedang mempraktikkan apa yang ia bisa, Anda cukup bereaksi sesuai apa yang ia katakan. Jangan membenarkan apalagi mengatakan salah. Bisa-bisa ia tak lagi tertarik belajar bahasa Inggris bersama ibunya.
Laili Damayanti
Meski relatif mahal, Ita menganggapnya sebanding demi masa depan sang anak. Memilih sekolah bilingual, menurutnya, justru akan memangkas biaya tambahan yang mesti dikeluarkan untuk menjalani level persiapan saat sang anak akan melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Sebagaimana banyak orangtua murid lainnya, Ita menganggap keahlian berbahasa Inggris tentu amat bermanfaat sebagai modal masa depan anaknya kelak.
Namun sayang, tak sedikit orangtua khawatir dengan kemampuan bahasa anak yang bersekolah di sekolah bilingual. Sebagai contoh, buah hati Ita yang kini menginjak level 2 sekolah bilingual mulai terlihat sulit berbahasa Indonesia dengan fasih.
”Anak saya suka mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Jadi, justru kemampuan bahasa ibunya menurun, dan bahasa Inggris anak juga tidak semakin baik,” ungkapnya.
Menjawab kekhawatiran ini, pasangan David E. Freeman, Ph.D dan Yvonne S. Freeman, Ph.D, keduanya profesor di bidang pengajaran dwi bahasa, mengupas banyak elemen dari pendidikan dwi bahasa, lalu meluruskan metode dwi bahasa.
Pasangan Freeman punya kepedulian besar terhadap pendidikan dwi bahasa sehingga mereka melakukan penelitian, menerbitkan sejumlah buku panduan belajar dwi bahasa, dan menyebarkan metode pengajaran dwi bahasa di beberapa negara, di samping menjadi praktisi pengajaran dwi bahasa di Amerika dan Meksiko.
Kuasai Bahasa Ibu
Meningkatkan kemampuan berbahasa asing bukan berarti ditempuh dengan meningkatkan intensitas penggunaan bahasa asing kepada anak. Menurut David, bila ingin anak menguasai bahasa asing, perbaiki dulu kemampuan bahasa ibunya. Semakin baik kemampuan bahasa sang anak, semakin cepat ia mentransfer dan belajar bahasa keduanya. Teori ini sudah David buktikan kepada para muridnya di Mexico City.
Pada anak-anak yang dididik dalam bahasa nasional dengan baik oleh keluarga dan sekolah, mudah mengembangkan penguasaan bahasa asing lain.
Inilah mengapa pada modul pengajaran bahasa Inggris yang dikembangkan David untuk sekolah dasar tak serta merta mengajarkan bahasa Inggris sejak pertemuan pertama. Namun, dimulai terlebih dulu dengan pelajaran bahasa nasionalnya.
Hindari Mengoreksi
Ketika anak mulai belajar bahasa Inggris di sekolah, ia akan mencoba mempraktikkan kemampuan bahasanya sesekali. Dan saat itu, ia mungkin tak bisa mempraktikkan dengan baik bahasa asingnya tadi.
Misalnya, ”Mommy, I want my bantal!”, ”Mommy I haus, I want my drink” dan sebagainya. Jangan koreksi kesalahannya! Biarkan ia menggunakan bahasanya semampunya, meski ia mencampur-campurnya dengan bahasa lain.
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan mengenali, mengekpresikan, dan menyebutkan kata sesuai maksud yang dimiliki. Semakin banyak kosakata yang dikuasai dan semakin mampu menggunakan istilah dengan tepat, semakin baik kemampuan bahasanya.
Jika anak sedang mempraktikkan apa yang ia bisa, Anda cukup bereaksi sesuai apa yang ia katakan. Jangan membenarkan apalagi mengatakan salah. Bisa-bisa ia tak lagi tertarik belajar bahasa Inggris bersama ibunya.
Laili Damayanti
6 komentar:
Tipsnya membantu sekali, namun sayang saya belum berke;luarga. Kapan-kapan akan saya coba.
Wah... ini hanya copy-paste dari tabloid Nova kok. Tidak hanya bisa diterapkan di rumah, tapi bisa di sekolah juga. Saya sendiri guru di sebuah sekolah yang... ya... bilingual-lah. Jadi berpikir lagi... Is it good or not (yet)?
topik serupa pernah ditayangkan di salah satu acara di tv ..
bahkan saat itu si anak dikenali dengan 3 bahasa : bahasa ibu, inggris, mandarin .. yang mengakibatkan si anak susah untuk berkomunikasi, sampai harus mengikuti terapi ..
niatnya ingin anak menjadi super, akhirnya malah membuat si anak kesulitan ..
Mengembalikan Jati Diri Bangsa
Jadi kesimpulannya: mantapkan dulu bahasa ibu ya, baru beralih ke bahasa asing lainnya. Setuju? ;) Ayo, banggalah berbahasa Indonesia (jangan sampai diaku-aku oleh bangsa lain, pula :p).
ada anak temen yang disekolahkan di sekolah berbahasa inggris sejak umur 1 th. jadi hingga sekarang dia hanya bisa berbahasa inggris, walaupun mungkin orang tua dan sodaranya bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris, tetapi merasa kasihan juga karena ada beberapa orang di lingkungannya yang nggak berbahasa inggris. Pun ketika bermain dengan anak2 kecil lain dia tidak bisa langsung bergaul karena kendala bahasa. lah wong orang tua Indonesia tulen dan tinggal di Indonesia kok bahasa pertamanya bahasa Inggris. apakah menurut anda hal itu sia2? atau memang diperlukan? atau hanya merupakan gengsi orang tua saja?
Saya sendiri cenderung pada pendapat untuk mengenalkan anak pada bahasa ibu terlebih dahulu. Ketika fondasinya sudah kuat, belajar bahasa kedua tentu tak akan terlalu menyulitkan rasanya. Selama kita konsisten dan tidak mencampuradukkan kedua bahasa, justru fondasi bahasa anak akan makin kuat, selain juga menunjukkan kecintaan kita pada bahasa kita sendiri. Mari...!
Posting Komentar