Jumat, 30 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Kebaikan adalah kebaikan. Hanya sikap baik, pikiran baik, dan tindakan baik yang menjadikan kita pribadi yang baik, dan yang menjadikan kehidupan ini baik. (Mario Teguh)

Merokok Bisa . . .

Beberapa hari ini aku tidur di rumah sakit. Bukan sebagai pasien, tapi sebagai keluarga pasien. Ibuku dapat serangan tekanan darah tinggi dan harus dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Al Islam Bandung. Ibuku menginap di ruang ICU, aku dan kakakku 'berserakan' sebagai penunggu di ruang sebelah, harus siap ketika sewaktu-waktu dipanggil dan diperlukan.
Bersama kami, bergantian keluarga lain ikut menggelar tikar ataupun karpet dan kasur tipis sebagai alas tidur. Kerjaan kami, tak lain dan tak bukan, berdebar-debar menanti panggilan, entah apa berita yang dibawa oleh sang pemanggil. Saat menanti itu, kejenuhan pastilah melanda. Sebagian kami tidur-tiduran, bergeletakan sembarangan. Sebagian lainnya merintang waktu sambil membaca atau bertukar cerita. Beberapa bapak-bapak dan pemuda memilih ke teras luar dan berbincang sambil menghisap rokok di sana. Asapnya, tak jarang menyusup masuk juga ke ruangan yang kami tempati, menyesakkan, mengesalkan.
Seorang anak, berkomentar berulang-ulang, "Matikan rokok Anda, rokok mematikan Anda." Ah... ungkapan yang sangat tepat, nak.
"Ancaman" kematian tetap tak membuat para perokok jera. Label peringatan telah dipasang di semua kemasan rokok yang dijual di seluruh Indonesia, tapi tetap saja perokok tak mengurangi aksinya. Berbagai ungkapan bahasa telah digunakan, tetap juga tak membuat perokok jera. Contoh sudah terbukti di mana-mana, tak jua membuat jumlah perokok berkurang. Harus bagaimana lagi? Hati-hati merokok, ah. Anda bisa dimurkai banyak orang, ditegur, dimarahi, dimusuhi, disumpahi, didoakan semoga insyaf, dan sebagainya. Masih berani merokok?

Kamis, 29 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Cintailah seni dalam dirimu, bukan dirimu di dalam seni (Konstantine Stanislavski)

Selasa, 27 Oktober 2009

Kenal Kerbau

Di posting-an sebelumnya, aku membahas humor universal yang dengan menterjemahkan, maka siapapun akan mengerti tanpa kecuali. Tapi tentu tidak semua humor universal, karena ada beberapa rasa kata atau rasa bahasa yang tidak akan tepat jika diterjemahkan secara langsung. Contoh mudahnya: frase "wawuh munding" dalam bahasa sunda. Frase ini digunakan untuk menyatakan taraf perkenalan selintas. Jika seseorang kenal pada seseorang lain secara selintas, orang sunda akan mengatakan mereka hanya sekedar "wawuh munding". Tapi ungkapan ini justru akan jadi lelucon jika diterjemahkan secara harfiah, seperti percakapan berikut ini:
Tanya: Sst, kenal teu jeng anu tadi ngaliwat, naha bet make sura-seuri sagala...?
Sonya: Ah, teu pati, ngan ukur wawuh munding.
Tapi jika diterjemahkan secara harfiah, beginilah jadinya.
Tanya: Sst, apakah kamu kenal dengan orang yang barusan lewat, kenapa pakai senyum-senyum segala?
Sonya: Ah, tidak terlalu kenal. Aku hanya kenal kerbau saja.
Tanya: ???
Tuh... kan? Ternyata menterjemahkan itu tidak mudah. ;)

Kutipan Hari Ini

Kuman di seberang lautan tampak, Gajah di pelupuk mata tidak tampak. (peribahasa Indonesia)

Senin, 26 Oktober 2009

Lelucon Universal

Pernahkah mendengar humor tentang gajah dan jerapah dalam kulkas berikut ini?
Tanya: Bagaimana cara memasukkan gajah ke dalam kulkas?
Sonya: (???) Tak mungkinlah...

Tanya: Bisa saja. Buka pintu kulkas, masukkan gajahnya, lalu tutup pintu kulkas.

Sonya: Bisa-bisanya kamu aja tuh...

Tanya: Ayo... sekarang bagaimana caranya memasukan jerapah ke dalam kulkas?

Sonya: Ya gampang. Buka pintu kulkas, masukkan jerapah, tutup pintu kulkas.

Tanya: Salah.
Sonya: Lho, apanya yang salah?

Tanya: Tidak akan muat-lah...
Seharusnya, buka pintu kulkas, keluarkan gajahnya, masukkan jerapahnya, lalu tutup pintunya.
Sonya: Wah... beneran nih, bisa-bisanya kamu aja.

Rupanya, lelucon di atas merupakan lelucon universal yang juga bisa ditemui di negara lain, hanya tinggal menterjemahkan ke bahasa lain tersebut. Hal ini aku alami ketika aku berada di Jepang. Dalam sebuah kesempatan perjalanan wisata, pemandu wisata di dalam bus mengisi waktu dengan sesi teka-teki. Salah satu pertanyaan yang dia ajukan adalah "prosedur" memasukkan gajah ke dalam kulkas. Aku bisa menjawab pertanyaan itu dengan sukses!!! ;) Belum lama ini, kucari lelucon ini melalui mesin pencari google, dan kutemukan beberapa sumber berbahasa Inggris. Gajah dan Jerapah dalam kulkas ini ternyata memang lelucon universal. ;)

Kutipan Hari Ini

Resep untuk menjadi bahagia sangatlah sederhana, tapi sangat sulit untuk menjadi sederhana (Rabindranath Tagore)

Jumat, 23 Oktober 2009

Hape atau Ponsel?

Di jaman teknologi informasi seperti saat ini, siapa yang tak kenal atau tak punya HP? Eh… HP? Apakah HaPe? Atau ponsel? Apa sebetulnya sebutan yang tepat untuk alat komunikasi yang satu ini?
Ketika orang ramai mengatakan HP (baca: hape), ayo kita lihat asal katanya. Bukankah HP merupakan singkatan dari Hand Phone yang merupakan bahasa asing (Inggris)? Jika berasal dari bahasa asing, bukankah seharusnya pelafalannya pun mengikuti ejaan dalam bahasa aslinya, yaitu HP (baca: eij-phi). Jika kemudian singkapan tersebut diterjemahkan menjadi ponsel alias telepon seluler, saya pikir itu pun belum tepat, Itu adalah terjemehan langsung dari cell phone. Ada lagi sebutan lain untuk benda ini, yaitu telpon genggam, yang mungkin merupakan terjemahan dari handphone. Karena kebiasaan orang Indonesia untuk membuat singkatan dari berbagai macam hal, mungkin sempat terpikir untuk membuat singkatan dari telepon genggam, Apakah itu…? Pon-gam, atau pon-geng? Atau bisa juga telegeng atau telegam. Ah… nanti tertukar dengan telegram. Mungkin karena sulit menemukan kata yang mudah diucapkan sebagai singkatan, maka orang-orang akhirnya bersepakat secara umum untuk menyebutnya HP (baca: hape) dalam kesempatan casual/nonformal, dan menyebutnya tanpa singkatan ataupun ponsel untuk kesempatan yang lebih formil/resmi.
Sebutan sih boleh apa saja… tapi sebetulnya aku penasaran juga, Apa sih sebetulnya sebutan yang tepat untuk alat komunikasi ini? Yang mau memberi tahu, silakan lho…

Rabu, 21 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Semua manusia harus berjuang untuk belajar sebelum mati, dan tahu apa saja hal yang mereka jauhi, dekati, dan alasannya (Jams Tuber)

Meraih Mimpi

Akhir September lalu, aku dan seorang teman berjanji untuk Meraih Mimpi bersama-sama. Maksudnya, mau menonton film animasi karya Nia Dinata ini di teater XXI CiWalk.
Setelah makan pagi yang terlambat dari rumah, aku pergi ke rumah Intan dulu. Menjemputnya sebelum kemudian berangkat bareng ke lokasi. Jalanan tidak terlalu padat, dan kami bisa sampai cukup cepat ke area Cihampelas. Di jalan Cihampelas itulah laju kendaraan padat merayap. Kendaraan dari atas (Ciumbuleuit dan Dago) ataupun Cipaganti, berbaur di Cihampelas. Kendaraan yang menuju gerbang tol Pasteur, ataupun yang masih ingin berlama-lama di Bandung dan menjajal area CiWalk, campur baur di sana.
Seperti sudah diprediksi, CiWalk ramai. Mencari slot parkir jadi susah sekali. Aku harus berputar naik berkali-kali hingga lantai tertinggi. Agak ngeri juga setiap kali mendaki landasan terjal menuju lantai berikutnya. Akan kuatkah katana kecilku? Jangan dulu memikirkan turunnya deh. Udah ngeri duluan. Tapi... rupanya kengerian itu terbayar dengan pemandangan indah dari atas gedung CiWalk. Di kejauhan nampak jembatan layang Pasupati yang gagah. Indah.
Aku dan Intan masuk di antrian pendek untuk mendapatkan tiket bioskop di teater 2 untuk film Meraih Mimpi. Dapat barisan paling belakang di sayap kiri. Lokasi yang cukup strategis, menurutku.
Kami pun menikmati tayangan film itu sambil menahan lapar gara-gara belum sempat makan siang. Tak kunikmati betul, sebetulnya. Mungkin karena lapar (hehe...), aku jadi ekstra kritis terhadap apa yang kulihat dan kudengar. Begitu banyak taburan bintang Indonesia yang terlibat di dalam proses produksi film itu, kurasa malah membuatnya jadi tidak fokus. Cut Mini sebagai Kakatu kurasa bermain apik. Logat melayu-nya masih sangat kental terdengar, tapi tetap menyenangkan untuk didengar. Penggambaran Gita Gutawa sebagai Dana si gadis desa dengan celana pendek birunya, kurasa tidak cukup membumi. Kurang meng-Indonesia, rasanya. Patton si idola cilik sebagai Rai, adiknya Dana, yang digambarkan suka kungfu, hm... lucu juga sih. Di beberapa scene-nya kok ya jadi seperti Kungfu Panda ya. Terlihat agak berlebihan atau dileih-lebihkan, tapi masih OK-lah.
Komunitas binatang di hutan sekitar, ini juga kurasa kurang tergarap dengan apik. Begitu banyak binatang dengan logat bahasa lokal yang tergabung di sana. Ada monyet berlogat Sunda, kancil berlidah Cina, bunglon dengan logat Jawa yang kental, sementara Kakatu konsisten dengan logat melayunya. Padahal mereka tinggal di hutan yang sama. Terasa sedikit janggal.
Mencermati gambar animasi sepanjang film ini, kupikir animator Indonesia yang terlibat boleh diberi applause untuk penyemangat kerja mereka. Belum bisa dibandingkan dengan animasi karya Disney atau Pixar sih. Masih jauh rasanya, tapi sudah cukup lumayan-lah. Gerak bibir para pemeran kadang tidak sinkron dengan kata-kata yang diucapkannya. Tapi sejauh ini, film itu masih bisa kuberi dua bintang deh.
Sementara itu, Gita Gutawa masih bisa mendapat poin tambahan ketika dia menyanyikan themesong untuk film ini. Cantik betul. Suaranya yang jernih, artikulasi yang pas dengan nada yang tepat membuat film ini semakin cantik. Lagi-lagi, jadi teringat film yang lain sebagai pembanding, dan film Meraih Mimpi ini kalah lagi. Petualangan Sherina dengan lagu-lagu cantiknya menurutku masih lebih bagus. Tapi sejauh ini, sejarah perfilman Indonesia sudah mencatat karya-karya besar anak bangsa yang membanggakan. Di masa depan, pasti akan ada film Indonesia yang lebih spektakuler dan mengguncang sejarah (karena bagusnya). Dan aku yakin, itu tidak akan lama lagi. Kami akan meraih mimpi-mimpi kami yang lain, untuk membangun kejayaan film Indonesia di mata dunia. Insya Allah.

Kutipan Hari Ini

Hanya ada dua cara menjalani hidup. Pertama, seolah tak ada keajaiban. Yang lain, seakan semua hal adalah mukjizat. (Albert Einstein)

Senin, 19 Oktober 2009

Karya Siapa...?

Sebuah iklan koran, cukup besar, menempati seperempat halaman surat kabar Republika yang biasa kubaca di rumah, cukup menyita perhatianku. Iklan kode RBT dari beberapa lagu yang memenangkan lomba cipta lagu muslim yang diselenggarakan Republika & Esia beberapa waktu yang lalu. Aku sempat nyaris ikut serta dalam lomba itu tahun ini, tapi batal. Salah seorang kenalanku ikut serta dan jadi salah satu juaranya.
Kutelusuri judul dan nama-nama yang tertera di iklan itu. Tak ada nama temanku di sana. Hanya ada nama penyanyi, judul lagu, dan nomor kode RBT yang bisa diunduh untuk nada dering ponsel kita. Hey hey... ke mana nama pencipta lagunya, orang di balik layar yang justru berperan besar hingga lagu tersebut ada? Mengapa justru nama penyanyinya yang dimunculkan, bukan penciptanya?
Hhh... mana penghargaan untuk hasil karya cipta seorang seniman musik? Setelah lagu tercipta, nama mereka tenggelam begitu saja. Justru penyanyi yang notabene hanya meniru tanpa melalui proses kreatif yang sulit, nama mereka malah bergaung lebih keras, hanya dengan gaya dan tingkah polah ke-artis-an mereka. Jangan heran jika kelak lagu-lagu akan dilabeli "NN" alias no name karena tak dikenali lagi penciptanya. Padahal mereka itulah yang membuat semarak dunia musik kita. Jangan heran juga jika kelak karya lagu musisi Indonesia akan dengan mudah di-transfer dan diakui oleh musisi dari negara lain, karena tak dikenalinya sang pencipta lagu. Ke mana penghargaan kita atas kekayaan intelektual ini? Sudah saatnya kita lebih menghargai pencipta lagu tinimbang sang penyanyi. Setuju-kah...?

Jumat, 16 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Selalu tanamkan dalam pikiran bahwa tekad Anda untuk sukses lebih penting dari hal lainnya (Abraham Lincoln)

Senin, 05 Oktober 2009

Ramadhan Tahun Ini...

Awal Oktober, harap-harap cemas aku mengecek situs islamonline.net. Aku mencari berita tertentu di situs Islam itu. Penasaran. 1 Oktober, berita yang kucari belum ada. 2 Oktober, juga belum. Tanggal 3 Oktober, hari Sabtu, ketika aku masih harus ke sekolah, tentu saja kusempatkan mengecek kembali berita yang kucari di dunia maya itu melalui komputer jinjing yang selalu kubawa ke sekolah. Masih juga belum ada.
Hari Minggu, nekat, nekat deh. Aku mengakses internet di rumah melalui komputer jinjingku dengan ponsel sebagai modem dan pulsa indosat reguler di dalamnya. Nekat. Kenapa coba? Mahal, tahu?! Apalagi kecepatan loading jadi menurun drastis. Tapi itu semua mengalahkan rasa penasaranku.  Ada pengumuman yang perlu kutahu. Kubuka lagi situs islamonline.net. Ah... akhirnya halaman muka situs itu bisa juga terbuka di layar komputerku. Ku-klik tombol informasi yang kucari, pengumuman lomba blog Ramadhan. Hasilnya, bisa diduga... Juara 1 sampai 3 (juara 3 dimenangkan 2 orang), ternyata nama-nama yang sama sekali belum kukenal. Kutelusuri lagi daftar lima orang runner up lainnya, the best 5, ceritanya. Satu dari Afsel, dua orang dari Inggris, satu dari India, dan yang kelima dari Indonesia, yaitu... aku!!! Subhanallah... Alhamdulillah...
Tak percaya rasanya. Cek lagi halaman situs itu, kubaca berkali-kali. Tetap namaku yang tertulis di sana. Senangnya... Buatku, ini bukan sekedar lomba blog biasa. Lomba kali ini harus berkisah tentang Ramadhan di negara kita dengan ke-khas-annya masing-masing, dan tulisan harus berbahasa Inggris. Bahasa Inggris tetap bukan bahasa pertamaku, dan aku pun masih tertatih untuk belajar menulis. Tapi hasil lomba ini jadi satu pencapaian kecil, satu langkah sukses lagi buatku. Bukan event yang luar biasa, memang, tapi partisipan yang datang dari berbagai negara membuatku bangga bisa jadi salah satu karya yang namanya disebut dalam pengumuman juara, walau hanya sebagai runner-up sekalipun. Semoga bisa jadi pemicu semangat untuk berbuat lebih banyak, melompat lebih jauh, dan berkarya lebih baik. Insya Allah.
Berikut ini link menuju situs tersebut: http://www.islamonline.net/servlet/Satellite?c=Article_C&cid=1254573300647&pagename=Zone-English-ArtCulture%2FACELayout

Kutipan Hari Ini

Simpan ketakutan Anda, tapi berbagilah keberanian dengan orang lain (Robert Luis Stevenson)

Minggu, 04 Oktober 2009

Cerpen.Net

Ketika sedang asyik berselancar di dunia maya beberapa waktu lalu, kutemukan situs cerpen ini secara tidak sengaja, Cerpen.Net. Ketika kumasuki, eh... ternyata menarik juga.
Situs ini merupakan situs tempat berkumpulnya para cerpenis, di mana mereka (eh, aku segera menjadi bagian dari komunitas itu) bisa membaca cerpen-cerpen karya para anggotanya, dan belajar darinya. Komentar dan kritik serta saran sangat diperbolehkan, bahkan ditunggu-tunggu oleh para cerpenis, sebagai sarana untuk berkaca diri dan memperbaiki kualitas tulisan di masa mendatang.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, aku segera mengirimkan satu karyaku ke situs tersebut. Tidak berlama-lama, cerpen itu sudah terpampang di halaman situs tersebut sebagai cerpen terbaru. Wah, senangnya....
Aku mungkin tidak akan mendapatkan honorarium untuk karya tulisku yang dipublikasikan di situs tersebut, tidak seperti cerpen yang dipublikasikan di media cetak pada umumnya. Tapi kritik dan saran dari pembaca akan jadi masukan berharga untuk mengasah kemampuan menulis agar dapat menulis lebih banyak lagi, lebih baik lagi. Ayo ayo... silakan kunjungi situs ini dan kritisi.

Sabtu, 03 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Resep untuk menjadi bahagia sangatlah sederhana, tapi sangat sulit untuk menjadi sederhana (Rabindranath Tagore)

Jumat, 02 Oktober 2009

Huruf Sunda Dalam Situs Resmi Pemkot Cimahi

Aksara Sunda... Siapa yang (masih) bisa membacanya? Aku, walaupun tinggal di Jawa Barat lebih dari 30 tahun, kok ya tidak bisa membacanya. Aku memang tidak mempelajarinya di sekolah tempatku belajar dulu. SD, SMP, SMA, bahkan masa kuliah, kulewatkan tanpa mengenali tulisan huruf-huruf khas tanah Sunda itu.
Huruf-huruf ini konon berawal dari kisah utusan Ajisaka yang masing-masing diberi amanah untuk menjaga pusaka. Keduanya bertarung hingga mati saat mempertahankan amanah yang telah diberikan oleh atasan mereka, sang Ajisaka. Ajisaka kemudian menuliskan kisah mereka dalam susunan kisah dengan ucapan Ha-Na-Ca-Ra-Ka yang sama-sama digunakan di Jawa bagian barat dan tengah. Dalam perkembangannya, bentuk huruf di kedua tempat berbeda mengalami perubahan dan penyesuaian, hingga dalam kongres bahasa sunda ke-8 akhirnya diputuskan untuk diubah menjadi huruf Ka-Ga-Nga. Kisah selanjutnya, silakan lihat link berikut ini:
http://mahanagari.multiply.com/journal/item/51/Aksara_Sunda_Kuno atau untuk yang ingin mengetahui lebih jauh (dalam bahasa Sunda), dapat melihatnya di sini: http://www.mail-archive.com/urangsunda@yahoogroups.com/msg01495.html

Yang unik, beberapa nama jalan di kota Bandung sudah menggunakan huruf ini pula, selain huruf latin. Ada pula situs pemda kota Cimahi yang dengan berbangga hati mencantumkan tulisan ini di banner/header situs resminya. Mari berbangga berbahasa lokal (Sunda), berbudaya lokal (Sunda), agar tak lagi diakui oleh negara tetangga (hihi... masih agak kesal nih sama negara tetangga itu). Tapi terima kasih juga ya karena telah "membangunkan kita" agar menyadari potensi kekayaan budaya lokal kita. Mari kita gunakan dan banggakan.

Kamis, 01 Oktober 2009

Kutipan Hari Ini

Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)